Kisah sang pemimpi ulung
7:53 PM
2 Comments
Kisah sang pemimpi ulung - Senja sore itu semakin tajam saja warnanya, merah beradu dengan abu-abu yang semakin lama aku pandang semakin menenggelamkan matahari dengan pekatnya warna malam. Gema adzan maghrib pun mulai berkumandang di Masjid dan Surau di Desa ku, Desa Keben Kecamatan Turi tepatnya, sebuah Desa kecil dipinggiran Pusat Kota Lamongan, tempat dimana aku dilahirkan dan berdikari hingga sekarang.
Hidup di Pedesaan mau tidak mau akan menarik kita untuk bermasyarakat dengan lingkungan yang syarat akan tradisi. Bagi kita yang tinggal di desa, pola pikir dan tatanan hidup kita pastinya akan sangat berbeda dengan kehidupan perkotaan yang kesemuanya serba modern dan instan. Iya, itu yang aku alami dulu hingga sekarang, meski begitu jikalau ada yang menanyakan tentang pilihan lebih memilih tinggal di desa atau di kota, pastinya dengan sigap dan mantap hati akan aku jawab aku lebih nyaman dan bahagia hidup di desa. Dulu, untuk mengenyam Pendidikan Tingkat Menengah Atas (SMA) merupakan hal yang sangat susah untuk kita anak pedesaan terutama bagi anak perempuan. Kurangnya kesadaran masyarakat kala itu tentang pentingnya pendidikan menjadi alasan utama hal itu terjadi. Para orang tua menanggap bahwasanya anak perempuan bagaimanapun dan seberapapun tinggi pendidikannya pada akhirnya akan balik lagi “ngurusi pawon” (mengurus keperluan dapur, seperti memasak dan mengerjakan urusan rumah tangga lainnya). Stigma yang sudah mengakar dalam pola pikir masyarakat tersebut yang akhirnya membuat anak perempuan di desa kami banyak yang putus sekolah atau paling tinggi mereka menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tapi hal tersebut tidak berlaku untukku, beruntung aku mempunyai Bapak yang sangat menjunjung tinggi pentingnya pendidikan, dimana beliau yang dulu semasa kecilnya tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah mempunyai cita-cita agar anak-anaknya bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya agar tidak seperti dia, begitu katanya. Meski saat lulus SMP aku pernah menangis berdarah-darah karena saat itu Ibuku meminta aku untuk tidak melanjutkan sekolah, ya balik ke stigma “ngurusi pawon” itu lagi. Singkat cerita aku pun diijinkan untuk melanjutkan sekolah, saat itu aku memilih untuk mengikuti seleksi masuk SMA Negeri favorit di kotaku dengan beberapa pilihan SMA Negeri cadangan yang lain. Pengumumanpun akhirnya keluar dan ternyata aku masih belum beruntung, aku diterima masuk di SMA Negeri yang sangat jauh dari rumahku hingga apabila aku memilih untuk masuk sekolah tersebut maka aku harus nge-kost dekat sekolah itu. Akhirnya dengan pertimbangan ada nenek dan adik yang perlu aku jaga maka aku memilih untuk masuk sekolah SMK swasta yang jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dari rumah sehingga aku masih bisa pulang tiap hari dan berkumpul dengan nenek dan adikku. Orang tuaku petani dan mereka lebih banyak menghabiskan waktu di Surabaya. Menyewa lahan milik Angkatan Laut dan berkebun disana sudah mereka lakoni dari 26 tahun yang lalu sebelum adikku lahir, meski sekarang ibuku sudah tiada tepatnya 2 tahun yang lalu dan adikku sekarang sudah berumur 23 tahun, lahan itu masih disewa bapak hingga saat ini. Kembali ke cerita awal, akhirnya aku sekolah di SMK swasta dan hari-hari pun aku lewati dengan suka cita, belajar sambil melakoni tanggung jawab menjaga nenek dan adik dirumah.
Sang pemimpi ulung ini pun mulai merangkai mimpinya, berangan setelah lulus SMK bisa langsung bekerja, bisa menghasilkan uang dengan jerih payah sendiri agar bisa membahagiakan orang tua dan keluarga, tapi mimpi hanyalah mimpi, sesaat setelah lulus SMK nenekku meninggal dunia, akhirnya aku harus tetap dirumah sembari menjaga adikku yang saat itu mulai masuk sekolah SMP, karena orang tua masih lebih sering di Surabaya, mereka pulang mungkin hanya sekitar sebulan sekali atau paling cepat 2 minggu sekali. Saat itu aku berpikir, tak apalah aku gadaikan sementara mimpiku untuk orang-orang tercinta. Waktu pun berlanjut, tiba saatnya bapakku mengajak aku untuk mulai bermimpi lagi atau lebih tepatnya mewujudkan mimpi bapak. Lulus SMK Tahun 2006, aku yang saat itu ingin bekerja malah diminta bapak untuk mengikuti seleksi pendaftaran Polisi untuk menjadi Polwan (Polisi Wanita), saat itu aku sama sekali tidak berminat, hanya saja aku seorang anak yang selalu berusaha untuk jadi anak penurut dan ingin membahagiakan orang tua, jadi aku ikuti saja keinginan bapak saat itu. Sungguh, bagi yang pernah mengikuti proses seleksi Polri pasti tahu susah dan payahnya seluruh prosedur dan syarat administrasinya, pernah kepanasan dan kehujanan, kelaparan saat menuggu pengumuman, antri saat tes dan pemeriksaan dan lain sebagai, sungguh pengalaman yang tak terlupakan, hingga saat pengumuman akhir kelulusan yang dinanti ternyata aku masih belum seberuntung seperti apa yang diharapkan bapak. Proses itu terulang lagi di gelombang berikutnya dan berikutnya hingga 2 tahun aku lalui hanya untuk menyenangkan dan menuruti keinginan orang tua terutama bapak. Jangan tanyakan bagaimana rasanya, mungkin bisa dikatakan aku trauma, bahkan hingga saat ini kalau mendengar pengumunan Polri, kenangan 13 tahun yang lalu itu pasti langsung muncul dikepala. Ketika Allah masih belum menakdirkan aku untuk jadi Polwan seperti yang bapak inginkan apa mau dikata, dibenakku hanya yang penting aku sudah pernah menjadi anak yang berusaha dengan kuat untuk mewujudkan mimpi bapaknya.
Sang pemimpi ulung ini pun mulai menata mimpinya lagi, orang tuanya meminta dia untuk kuliah setelah berhenti 2 tahun lamanya. Oke kuliah, lulus kuliah nanti langsung kerja, pikir ku simple saat itu. Tahun 2008, aku memilih kuliah di kotaku saja karena aku sendiri harus menjaga adikku, memilih prodi FKIP jurusan bahasa inggris dengan harapan setelah lulus kuliah bisa bekerja diperusahaan pariwisata dan bisa berkomunikasi dengan banyak orang asing (tour guide mungkin begitu yaaa). Eh tapi apa daya, aku baru nyadar kalau FKIP itu jurusan keguruan setelah semester pertama, saat itu aku hanya fokus ke jurusan bahasa inggrisnya karena dari mulai SMP aku sudah suka dengan bahasa inggris (meski sekarang sudah hampir lupa semua hahahaha). Pendidikan kuliahku tertempuh 8 semester dengan lancar, alhamdulillah aku lulus tepat waktu tepatnya pada tahun 2012, bahkan sebelum lulus dan wisuda aku mendapatkan tawaran untuk mengajar TK di desaku. Mengajar TK?? Jadi guru?? What?? pikirku saat pertama kali mendapatkan tawaran itu. Sungguh guru bukannlah mimpiku, aku ingin bekerja tapi bukan guru (konflik batin dimulai saat itu hahahaha). Baik, aku akan mencoba, sembari mencari pengalaman dan menunggu mungkin nanti ada kesempatan bisa berpindah ke pekerjaan lainnya. Semuanya sudah diatur oleh Allah aku sungguh percaya itu. Allah Maha Segalanya begitu indah caraNya menyayangiku hingga terkadang sampai detik ini aku masih terheran dengan segala yang digariskan untukku, begitu indah dan sempurna. Puji syukur atas segala Rahmat dan karuniaMu. Kecintaan terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan anak usia dini semakin bertambah, semakin hari semakin nyaman hingga pekerjaan jadi guru TK aku lakoni hingga sekarang (8 tahun ini). Enam bulan setelah mengajar, aku menikah dan selang tiga bulan usia pernikahan aku hamil, anaku sekarang sudah berusia 4 tahun, sungguh kehidupanku berubah drastis, semua tertata indah tanpa rencana. Tahun kemarin agar pengetahuanku tentang pendidikan anak usia dini semakin bertambah, atas ijin suami, aku memutuskan untuk kuliah lagi dan mengulang S-1 ku di jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dan atas ijin Allah Tahun 2017 alhamdulillah aku lulus dengan IPK 3,85 sungguh sesuatu yang membahagiakan dan membanggakan untukku pribadi, perjuangan seorang guru TK untuk memperbaiki diri lagi dan lagi.
Kini sang pemimpi ulung ini pun mulai bermimpi lagi, berencana ingin melanjutkan S-2 Pendidikan Anak Usia Dini dekat-dekat ini, meng-upgrade diri agar lebih layak lagi, kalau dinalar apakah bisa guru TK gaji 100.000,-/bulan kuliah S-2 dengan biaya hampir 8.000.000,-/semester, sedangkan suami hanya karyawan swasta dengan gaji pas-pasan. Jawabannya hanyalah bismillah Allah Maha Kaya, saat ijin suami sudah dikantongi dan niat baik tertata rapi inshaAllah jalan rejeki akan datang sendiri. Karena sungguh bekerja bukan melulu tentang urusan materi, akan tetapi lebih ke keberkahan sedikit ilmu yang dititipkan Allah pada kita agar bisa berbagi dan bermanfaat untuk manusia lainnya. Dan mimpi hanya sekedar mimpi saat tidak ada usaha dan keiginan kuat didalamnya. Bermimpilah yang baik untuk mendapatkan kehidupan yang baik, karena sejatinya hidup itu bukan hanya tentang diri sendiri, tidak akan ada sesuatu yang habis saat kita berbagi karena pasti akan diganti dengan yang lebih baik lagi, usahakan semampumu untuk bermanfaat untuk orang lain, karena kita tidak tahu sampai kapan kita diberi kesempatan untuk hidup didunia. Untuk itu, jangan pernah takut akan bermimpi, selagi mimpi itu baik dan diiringi dengan niat baik. Saat kita berusaha memperbaiki diri, maka saat itu Allah sedang memperbaiki hidup kita. Percayalah!!
Hidup di Pedesaan mau tidak mau akan menarik kita untuk bermasyarakat dengan lingkungan yang syarat akan tradisi. Bagi kita yang tinggal di desa, pola pikir dan tatanan hidup kita pastinya akan sangat berbeda dengan kehidupan perkotaan yang kesemuanya serba modern dan instan. Iya, itu yang aku alami dulu hingga sekarang, meski begitu jikalau ada yang menanyakan tentang pilihan lebih memilih tinggal di desa atau di kota, pastinya dengan sigap dan mantap hati akan aku jawab aku lebih nyaman dan bahagia hidup di desa. Dulu, untuk mengenyam Pendidikan Tingkat Menengah Atas (SMA) merupakan hal yang sangat susah untuk kita anak pedesaan terutama bagi anak perempuan. Kurangnya kesadaran masyarakat kala itu tentang pentingnya pendidikan menjadi alasan utama hal itu terjadi. Para orang tua menanggap bahwasanya anak perempuan bagaimanapun dan seberapapun tinggi pendidikannya pada akhirnya akan balik lagi “ngurusi pawon” (mengurus keperluan dapur, seperti memasak dan mengerjakan urusan rumah tangga lainnya). Stigma yang sudah mengakar dalam pola pikir masyarakat tersebut yang akhirnya membuat anak perempuan di desa kami banyak yang putus sekolah atau paling tinggi mereka menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tapi hal tersebut tidak berlaku untukku, beruntung aku mempunyai Bapak yang sangat menjunjung tinggi pentingnya pendidikan, dimana beliau yang dulu semasa kecilnya tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah mempunyai cita-cita agar anak-anaknya bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya agar tidak seperti dia, begitu katanya. Meski saat lulus SMP aku pernah menangis berdarah-darah karena saat itu Ibuku meminta aku untuk tidak melanjutkan sekolah, ya balik ke stigma “ngurusi pawon” itu lagi. Singkat cerita aku pun diijinkan untuk melanjutkan sekolah, saat itu aku memilih untuk mengikuti seleksi masuk SMA Negeri favorit di kotaku dengan beberapa pilihan SMA Negeri cadangan yang lain. Pengumumanpun akhirnya keluar dan ternyata aku masih belum beruntung, aku diterima masuk di SMA Negeri yang sangat jauh dari rumahku hingga apabila aku memilih untuk masuk sekolah tersebut maka aku harus nge-kost dekat sekolah itu. Akhirnya dengan pertimbangan ada nenek dan adik yang perlu aku jaga maka aku memilih untuk masuk sekolah SMK swasta yang jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dari rumah sehingga aku masih bisa pulang tiap hari dan berkumpul dengan nenek dan adikku. Orang tuaku petani dan mereka lebih banyak menghabiskan waktu di Surabaya. Menyewa lahan milik Angkatan Laut dan berkebun disana sudah mereka lakoni dari 26 tahun yang lalu sebelum adikku lahir, meski sekarang ibuku sudah tiada tepatnya 2 tahun yang lalu dan adikku sekarang sudah berumur 23 tahun, lahan itu masih disewa bapak hingga saat ini. Kembali ke cerita awal, akhirnya aku sekolah di SMK swasta dan hari-hari pun aku lewati dengan suka cita, belajar sambil melakoni tanggung jawab menjaga nenek dan adik dirumah.
Sang pemimpi ulung ini pun mulai merangkai mimpinya, berangan setelah lulus SMK bisa langsung bekerja, bisa menghasilkan uang dengan jerih payah sendiri agar bisa membahagiakan orang tua dan keluarga, tapi mimpi hanyalah mimpi, sesaat setelah lulus SMK nenekku meninggal dunia, akhirnya aku harus tetap dirumah sembari menjaga adikku yang saat itu mulai masuk sekolah SMP, karena orang tua masih lebih sering di Surabaya, mereka pulang mungkin hanya sekitar sebulan sekali atau paling cepat 2 minggu sekali. Saat itu aku berpikir, tak apalah aku gadaikan sementara mimpiku untuk orang-orang tercinta. Waktu pun berlanjut, tiba saatnya bapakku mengajak aku untuk mulai bermimpi lagi atau lebih tepatnya mewujudkan mimpi bapak. Lulus SMK Tahun 2006, aku yang saat itu ingin bekerja malah diminta bapak untuk mengikuti seleksi pendaftaran Polisi untuk menjadi Polwan (Polisi Wanita), saat itu aku sama sekali tidak berminat, hanya saja aku seorang anak yang selalu berusaha untuk jadi anak penurut dan ingin membahagiakan orang tua, jadi aku ikuti saja keinginan bapak saat itu. Sungguh, bagi yang pernah mengikuti proses seleksi Polri pasti tahu susah dan payahnya seluruh prosedur dan syarat administrasinya, pernah kepanasan dan kehujanan, kelaparan saat menuggu pengumuman, antri saat tes dan pemeriksaan dan lain sebagai, sungguh pengalaman yang tak terlupakan, hingga saat pengumuman akhir kelulusan yang dinanti ternyata aku masih belum seberuntung seperti apa yang diharapkan bapak. Proses itu terulang lagi di gelombang berikutnya dan berikutnya hingga 2 tahun aku lalui hanya untuk menyenangkan dan menuruti keinginan orang tua terutama bapak. Jangan tanyakan bagaimana rasanya, mungkin bisa dikatakan aku trauma, bahkan hingga saat ini kalau mendengar pengumunan Polri, kenangan 13 tahun yang lalu itu pasti langsung muncul dikepala. Ketika Allah masih belum menakdirkan aku untuk jadi Polwan seperti yang bapak inginkan apa mau dikata, dibenakku hanya yang penting aku sudah pernah menjadi anak yang berusaha dengan kuat untuk mewujudkan mimpi bapaknya.
Sang pemimpi ulung ini pun mulai menata mimpinya lagi, orang tuanya meminta dia untuk kuliah setelah berhenti 2 tahun lamanya. Oke kuliah, lulus kuliah nanti langsung kerja, pikir ku simple saat itu. Tahun 2008, aku memilih kuliah di kotaku saja karena aku sendiri harus menjaga adikku, memilih prodi FKIP jurusan bahasa inggris dengan harapan setelah lulus kuliah bisa bekerja diperusahaan pariwisata dan bisa berkomunikasi dengan banyak orang asing (tour guide mungkin begitu yaaa). Eh tapi apa daya, aku baru nyadar kalau FKIP itu jurusan keguruan setelah semester pertama, saat itu aku hanya fokus ke jurusan bahasa inggrisnya karena dari mulai SMP aku sudah suka dengan bahasa inggris (meski sekarang sudah hampir lupa semua hahahaha). Pendidikan kuliahku tertempuh 8 semester dengan lancar, alhamdulillah aku lulus tepat waktu tepatnya pada tahun 2012, bahkan sebelum lulus dan wisuda aku mendapatkan tawaran untuk mengajar TK di desaku. Mengajar TK?? Jadi guru?? What?? pikirku saat pertama kali mendapatkan tawaran itu. Sungguh guru bukannlah mimpiku, aku ingin bekerja tapi bukan guru (konflik batin dimulai saat itu hahahaha). Baik, aku akan mencoba, sembari mencari pengalaman dan menunggu mungkin nanti ada kesempatan bisa berpindah ke pekerjaan lainnya. Semuanya sudah diatur oleh Allah aku sungguh percaya itu. Allah Maha Segalanya begitu indah caraNya menyayangiku hingga terkadang sampai detik ini aku masih terheran dengan segala yang digariskan untukku, begitu indah dan sempurna. Puji syukur atas segala Rahmat dan karuniaMu. Kecintaan terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan anak usia dini semakin bertambah, semakin hari semakin nyaman hingga pekerjaan jadi guru TK aku lakoni hingga sekarang (8 tahun ini). Enam bulan setelah mengajar, aku menikah dan selang tiga bulan usia pernikahan aku hamil, anaku sekarang sudah berusia 4 tahun, sungguh kehidupanku berubah drastis, semua tertata indah tanpa rencana. Tahun kemarin agar pengetahuanku tentang pendidikan anak usia dini semakin bertambah, atas ijin suami, aku memutuskan untuk kuliah lagi dan mengulang S-1 ku di jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dan atas ijin Allah Tahun 2017 alhamdulillah aku lulus dengan IPK 3,85 sungguh sesuatu yang membahagiakan dan membanggakan untukku pribadi, perjuangan seorang guru TK untuk memperbaiki diri lagi dan lagi.
Kini sang pemimpi ulung ini pun mulai bermimpi lagi, berencana ingin melanjutkan S-2 Pendidikan Anak Usia Dini dekat-dekat ini, meng-upgrade diri agar lebih layak lagi, kalau dinalar apakah bisa guru TK gaji 100.000,-/bulan kuliah S-2 dengan biaya hampir 8.000.000,-/semester, sedangkan suami hanya karyawan swasta dengan gaji pas-pasan. Jawabannya hanyalah bismillah Allah Maha Kaya, saat ijin suami sudah dikantongi dan niat baik tertata rapi inshaAllah jalan rejeki akan datang sendiri. Karena sungguh bekerja bukan melulu tentang urusan materi, akan tetapi lebih ke keberkahan sedikit ilmu yang dititipkan Allah pada kita agar bisa berbagi dan bermanfaat untuk manusia lainnya. Dan mimpi hanya sekedar mimpi saat tidak ada usaha dan keiginan kuat didalamnya. Bermimpilah yang baik untuk mendapatkan kehidupan yang baik, karena sejatinya hidup itu bukan hanya tentang diri sendiri, tidak akan ada sesuatu yang habis saat kita berbagi karena pasti akan diganti dengan yang lebih baik lagi, usahakan semampumu untuk bermanfaat untuk orang lain, karena kita tidak tahu sampai kapan kita diberi kesempatan untuk hidup didunia. Untuk itu, jangan pernah takut akan bermimpi, selagi mimpi itu baik dan diiringi dengan niat baik. Saat kita berusaha memperbaiki diri, maka saat itu Allah sedang memperbaiki hidup kita. Percayalah!!
Di Tulis oleh Oma Cuifat (Fatimah Wibowo)
terima kasih 🤗🤗
ReplyDeletemasama oma (o)
Delete